Cerita Menteri Mu’ti Jadi Pustakawan Tak Resmi Sejak Kuliah hingga Kini

Pada Juli 2025, sebuah momen penting terjadi di Perpustakaan Nasional RI. Abdul Mu’ti, sosok yang dikenal aktif di bidang pendidikan, berbagi kisah inspiratif tentang kecintaannya pada dunia literasi.
Dalam acara Gelar Wicara Hari Pustakawan, ia menyatakan: “Perpustakaan adalah bagian dari perjalanan intelektual dan akademik saya.” Pernyataan ini menggambarkan betapa dalam hubungannya dengan buku dan pengetahuan.
Figur yang berkontribusi besar bagi pendidikan dasar dan menengah ini telah menunjukkan dedikasi luar biasa. Dari masa muda hingga sekarang, semangatnya untuk membagikan ilmu tak pernah padam.
Keterlibatannya dalam dunia literasi bukan sekadar formalitas. Ini adalah panggilan hati yang tumbuh seiring waktu, membentuk visinya tentang pentingnya akses pengetahuan bagi semua.
Perkenalan Tokoh dan Latar Belakang
Dari bangku kuliah di IAIN Wali Songo, dedikasi Abdul Mu’ti terhadap literasi sudah terlihat jelas. Sebagai mahasiswa, ia tak hanya aktif di kampus, tetapi juga mengelola perpustakaan desa tanpa sertifikasi resmi. Pengalaman inilah yang menjadi fondasi visinya tentang pentingnya akses pengetahuan.
Masa Kuliah dan Awal Mula Dedikasi
Latar belakang pendidikan pesantren membentuk pandangan Mu’ti tentang literasi. Ia kerap mengatakan, “Buku adalah jendela dunia yang membuka pikiran.” Falsafah ini mendorongnya untuk terlibat dalam organisasi Muhammadiyah dan mengembangkan perpustakaan kecil di desa.
Seperti kisah Sarjoko dan Soesilo Toer yang diabadikan dalam arsip perpustakaan Jawa Tengah, Mu’ti juga memulai dengan sumber daya terbatas. Namun, semangatnya tak pernah surut.
Makna Perpustakaan dalam Hidupnya
Kini, koleksi pribadinya mencapai 5.000 buku yang ditata rapi dengan sistem Dewey Decimal Classification (DDC). Sebagai menteri pendidikan dasar, ia terus mendorong program literasi nasional.
Tahapan Karier | Peran |
---|---|
Mahasiswa | Pengelola perpustakaan desa |
Dosen | Pengajar di IAIN |
Kini | Menteri pendidikan dasar |
Perjalanannya membuktikan bahwa dedikasi pada pendidikan dasar bisa dimulai dari hal sederhana: mencintai buku dan membagikannya.
Perjalanan Mu’ti sebagai Pustakawan Tak Resmi

Tahun 1993 menjadi titik awal perjuangan seorang pengajar muda di IAIN. Dengan semangat membara, ia memulai proyek kecil yang kelak berdampak besar bagi pendidikan dasar menengah.
Pengalaman Mengelola Perpustakaan Desa
Dana terbatas bukan halangan. Dengan kreativitas, rak buku dibuat dari kayu bekas. “Setiap buku yang masuk kami catat manual di buku besar,” kenangnya tentang daftar inventaris pertama.
Strateginya sederhana:
- Pinjam buku dari kampus untuk warga
- Ajarkan anak-anak merawat koleksi
- Buat kegiatan membaca mingguan
Belajar Sistem Dewey Decimal Classification
Ketika pertama kali melihat sistem DDC di katalog perpustakaan, ia terpukau. Tanpa pelatihan formal, ia mempelajarinya dari buku teks impor. Daftar klasifikasi itu kemudian diterapkan di koleksi pribadinya.
Contoh konkretnya terlihat pada pengarsipan buku filsafat:
- Cari kode 100 untuk kategori filsafat
- Sub-kelas berdasarkan tema
- Penomoran unik tiap buku
Membuka Perpustakaan Fakultas Tarbiyah
Sebagai dosen di prodi perpustakaan, ia menggagas ruang baca fakultas. Dari 50 buku sumbangan pribadi, kini koleksinya mencapai 3.000 judul. Perjuangan ini menginspirasi banyak mahasiswa.
Pengalaman lapangan ini membentuk pandangannya tentang pentingnya literasi untuk dasar menengah. Baginya, perpustakaan adalah jantung pendidikan.
Peran Istri dan Keluarga dalam Dedikasinya

Di balik dedikasi seorang tokoh pendidikan, selalu ada dukungan dari keluarga. Rumah tangga Mu’ti pun punya cerita unik tentang bagaimana literasi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Kekhawatiran Istri akan Koleksi Buku
Buku-buku yang terus bertambah sering menjadi tantangan tersendiri. “Setiap pulang dari bepergian, pasti ada buku baru di tasnya,” ungkap sang istri dengan senyum. Ruang tamu perlahan berubah menjadi perpustakaan mini.
Beberapa kegagalan pengaturan ruang sempat terjadi:
- Lemari buku penuh hingga harus menumpuk di lantai
- Anak-anak kadang kesulitan menemukan mainan di antara tumpukan buku
- Pembelian buku AI di London yang memenuhi koper
Istri sebagai Pustakawan Tak Resmi di Rumah
Tanpa disadari, istri Mu’ti mengembangkan kemampuan khusus dalam mengatur koleksi. Ia membuat wib daftar sederhana untuk memudahkan pencarian referensi.
Sistem pengarsipan keluarga mereka unik:
- Buku pendidikan dasar disimpan di rak dekat meja kerja
- Referensi untuk makalah di kelompokkan berdasarkan tema
- Buku bacaan ringan ada di ruang keluarga
Kolaborasi ini menunjukkan bagaimana nilai literasi bisa tumbuh dalam keluarga. Sebagai menteri pendidikan, Mu’ti membuktikan bahwa dedikasi dimulai dari rumah.
Kesimpulan
Literasi bukan sekadar baca-tulis, tapi pintu menuju pendidikan berkualitas. Kisah ini membuktikan bahwa dedikasi kecil bisa memberi dampak besar bagi masyarakat.
Dari mengelola perpustakaan desa hingga merancang kebijakan nasional, semangatnya menginspirasi banyak orang. Ia menunjukkan bagaimana ketekunan bisa mengubah hidup dan mewujudkan mimpi literasi untuk semua.
Penetapan Hari Pustakawan setiap 7 Juli menjadi bukti nyata pentingnya peran mereka. Dengan semangat serupa, masa depan dunia perpustakaan Indonesia akan semakin cerah.