Sejarah GPU dari Voodoo 5 sampe RTX 5090 ada 7 brand yang udah bangkrut

Fakta mengejutkan: dalam beberapa dekade, satu komponen kecil di dalam PC mengubah cara dunia melihat visual — dari akselerator 2D sampai platform AI di data center.
Perjalanan ini bermula dari standar tampilan awal dan ledakan 3D yang dipicu oleh Glide dan lalu diikuti oleh DirectX dan OpenGL. Transformasi itu memunculkan era graphics modern, dengan cards yang membawa fitur seperti memory besar, shaders, dan real-time ray tracing.
Kita akan menelusuri milestone penting, melihat bagaimana company seperti 3dfx, ATI/AMD, dan NVIDIA membentuk market, dan mengapa beberapa brand akhirnya mundur. Pembaca akan memahami kenapa istilah gpu dan graphics card berevolusi dari sekadar kartu tampilan menjadi pusat teknologi visual yang memengaruhi games, video, dan AI.
Ringkasnya: bagian pembuka ini memberi konteks history dan generation yang menjelaskan bagaimana cards menentukan arah industri dan pelajaran yang bisa dipetik.
Pendahuluan: Dari Voodoo Graphics ke Era RTX di Dunia Gaming
Dari akselerator 3D sederhana ke mesin rendering modern, perjalanan hardware ini memengaruhi setiap generasi game. Perubahan arsitektur pada card dan cards mendorong lompatan visual yang terasa langsung oleh pemain dan developer.
Voodoo Graphics (1995) mempercepat rendering 3D dan memopulerkan Glide. Di sisi software, OpenGL (1992) dan DirectX (1995) menjadi fondasi untuk portabilitas dan optimasi pada berbagai systems.
Pada 1999, GeForce 256 membawa transformasi dengan T&L on-chip. Kemudian unified shaders (2006) dan CUDA (2007) mengubah processors grafis menjadi alat komputasi umum.
- Visual & performance: Ray tracing real-time pada 2018 dan DLSS meningkatkan kualitas video sekaligus frame rate.
- Ekosistem: API dan software menyatukan workflow sehingga rendering game lebih efisien di berbagai hardware.
- Data & AI: Di 2020-an, kartu modern juga melayani training dan inferensi, memengaruhi data center dan aplikasi beyond gaming.
Bagian ini menempatkan evolusi graphics sebagai motor penggerak gaming modern dan menyiapkan pembaca memahami transisi arsitektur yang akan dibahas selanjutnya.
Akar Teknologi: Dari MDA, CGA, EGA ke Standar VGA
Perkembangan display PC berakar pada format monokrom dan palet warna terbatas, yang kemudian mendorong inovasi hardware.
IBM MDA, CGA, EGA: fondasi warna dan resolusi
IBM MDA (1981) tampil sebagai solusi teks monokrom untuk bisnis. Pada waktu yang sama, CGA (1981) membawa 320×200 dan 16 warna ke pasar rumah dan game.
Selanjutnya EGA (1984) meningkatkan resolution menjadi 640×350 dan menawarkan 16 warna dari palet 64. Perkembangan ini memperkaya cara software menampilkan tampilan.
VGA: standar industri dan ekosistem awal
Pada years 1987, VGA release menetapkan 640×480 dan hingga 256 warna. Standar ini memudahkan support aplikasi dan monitor lintas vendor.
Pada era tersebut, CPU masih melakukan banyak processing grafis sebelum akselerator video hadir. Memori video saat itu terbatas, sehingga setiap peningkatan warna atau resolution terasa besar.
- VESA (1989) dibentuk oleh ATI dan company lain untuk menyatukan antarmuka cards dan monitor.
- Kompetisi awal antara vendors memicu lahirnya series penerus dengan peningkatan warna, memory, dan kemampuan.
- Perkembangan ini menyiapkan landasan bagi akselerasi 3D dan era cards yang lebih canggih.
Ledakan 3D di 1990-an: 3dfx Voodoo dan Lahirnya Akselerasi Grafis
Era 1990-an membawa lonjakan nyata pada kemampuan visual PC, saat pipeline 3D jadi pusat inovasi.
3dfx voodoo muncul pada 1995 dengan voodoo graphics yang fokus pada akselerasi 3D lewat Glide API. Driver matang dan fokus pada game membuat produk ini cepat jadi standar de facto untuk pengalaman visual yang lebih kaya.
Standar API dan fondasi rendering
OpenGL (1992) memberi basis lintas platform untuk rendering berkualitas. Kemudian Direct3D (1996) mempercepat adopsi fitur 3D di Windows.
Persaingan awal di pasar
Pesaing seperti S3 Trio/Virge unggul di 2D dan harga, namun lemah pada 3D. ATI dengan Rage dan beberapa produk awal sempat tersandung kompatibilitas DirectX 1.0.
NVIDIA RIVA (1997) sukses besar—terjual satu juta unit dalam empat bulan—karena mendukung 2D/3D/video acceleration sekaligus.
- Faktor kunci: dukungan API dan driver menentukan siapa yang menang di market.
- Teknis: keterbatasan memory dan bandwidth memaksa optimasi di setiap graphics card.
- Inovasi: filtering, texturing, dan multi-pass meningkatkan kualitas visual pada cards.
| Vendor | Keunggulan | Kelemahan |
|---|---|---|
| 3dfx | Akselerasi 3D tinggi, Glide API, dukungan game | Fokus 3D saja, keterbatasan fitur 2D/video |
| NVIDIA RIVA | Balanced 2D/3D/video, penjualan cepat | Awal driver masih berkembang |
| S3 / ATI | Harga kompetitif, dukungan 2D baik | Performa 3D dan support API lebih lemah |
GeForce 256 dan Transform & Lighting: Menandai Era “GPU” Modern
Perubahan arsitektur di akhir 1990-an menggeser beban proses grafis dari CPU ke chip khusus, dan salah satu momen itu ditandai oleh peluncuran GeForce 256.
Dari CPU-bound ke T&L di chip grafis
Pada release ini, fungsi Transform & Lighting dipindahkan ke on-chip. Hasilnya, baseline performance untuk banyak game naik signifikan. Beban pada processor utama berkurang, sehingga frame rate lebih stabil pada scene kompleks.
Dampak ke pasar dan kompetisi
Meskipun awalnya dikritik soal harga dan driver, adopsi teknologi ini oleh developer membuat nilai jangka panjang card meningkat. Di beberapa time dan skenario, Voodoo masih kompetitif jika CPU sangat cepat.
- Arsitektur baru membuka jalan bagi generation berikutnya dengan pipeline lebih maju.
- Pergeseran ini membantu lahirnya unified shaders dan pemrograman grafis yang lebih fleksibel.
- Ekosistem graphics cards bertransisi ke cards dengan lebih banyak memory dan fitur.
Sejarah Gpu Voodoo Rtx: Tonggak Generasi, Arsitektur, dan Fitur
Dari multi-texturing di akhir 1990-an sampai ray tracing modern, beberapa release menandai perubahan besar pada arsitektur dan kemampuan visual. Bagian ini melihat titik balik yang membentuk generation dan series utama dalam dunia graphics.
Dari Voodoo2 ke GeForce awal
Voodoo2 hingga Voodoo 5 memopulerkan multi-texturing dan anti-aliasing. Meski inovatif, 3dfx akhirnya diakuisisi pada 2000.
GeForce TNT2 dan GeForce 3 membawa programability awal, membuka jalan untuk shader yang bisa diprogram pada generation berikutnya.
Pertarungan DirectX 8/9
Radeon 9700 Pro (R300) melesat sebagai benchmark pada 2002, unggul 20–25% atas GeForce FX 5800. GeForce 6800 kemudian memulihkan keseimbangan dengan lonjakan performa signifikan.
- Unified architecture: GeForce 8 (2006) memperkenalkan konsep Tesla dan menyatukan unit shader menjadi stream processors.
- CUDA & komputasi: Sejak 2007, processors grafis dipakai bukan hanya untuk games tapi juga AI dan video acceleration.
- Ray tracing: Generasi modern membawa real-time ray tracing dan upscaling pintar yang mendorong realisme visual.
Pada akhirnya, memory dan bandwidth tetap jadi faktor penentu untuk menjaga frame stabil pada cards kelas atas.
Daftar 7 Brand/Divisi GPU yang Bangkrut atau Tumbang di Pasar

Kisah sukses di dunia graphics sering diikuti oleh kegagalan. Di bagian ini kita inventaris tujuh nama besar yang dulu berpengaruh, lalu menghilang dari arus utama market.
3dfx Interactive
3dfx voodoo sempat jadi raja 3D pada pertengahan 1990-an. Teknologi mereka unggul, tetapi strategi bisnis dan beban akuisisi membuat company ini tertekan hingga diakuisisi oleh NVIDIA pada 2000.
S3 Graphics
S3 unggul di 2D lewat Trio dan Virge. Namun transisi ke 3D menguji kemampuan inovasi mereka, sehingga divisi grafis akhirnya dijual dan tersisih dari pasar consumer.
Matrox, 3Dlabs, Trident, Cirrus Logic, Number Nine
Matrox memilih pivot ke niche profesional, meninggalkan arus utama gaming. 3Dlabs/GLINT kuat di workstation tapi tenggelam saat pasar consumer meledak ke 3D.
Trident, Cirrus Logic, dan Number Nine mewakili era awal VGA. Mereka berjaya di years pertama, namun tidak mampu bertahan saat demand dan kompetisi atas cards berubah cepat.
- Pelajaran singkat: teknologi hebat tidak cukup tanpa strategi dan timing.
- Beberapa brand pivot ke niche profesional untuk bertahan.
- Perubahan cepat market menghapus keunggulan historis dalam waktu singkat.
| Vendor | Keadaan | Penyebab Utama |
|---|---|---|
| 3dfx Interactive | Diakuisisi NVIDIA (2000) | Beban akuisisi, strategi produk, kalah saing di market 3D |
| S3 Graphics | Divisi grafis dijual/teredup | Keterlambatan transisi ke 3D dari kekuatan 2D |
| Matrox | Berubah fokus ke solusi profesional | Pilihan pivot untuk niche dan bertahan di segmen non-gaming |
| 3Dlabs / GLINT | Menurun, hilang di pasar consumer | Tergantung workstation; gagal skala ke pasar massal |
| Trident / Cirrus Logic / Number Nine | Tersisih dari arus utama | Percepatnya inovasi 3D membuat mereka kalah dari pesaing baru |
DirectX vs OpenGL vs Vulkan: API yang Membentuk Sejarah Rendering
Cara engine berbicara dengan chip grafis dimediasi oleh standar API yang terus berkembang. Perubahan API menentukan fitur, optimasi driver, dan seberapa baik sebuah graphics card bisa bekerja pada berbagai engine.
Direct3D dan ekosistem Windows
Direct3D berkembang dari DX7 hingga DX12 (2015) dan menguatkan performa di Windows gaming. Toolchain dan driver Microsoft membuat banyak developer menargetkan DirectX untuk meningkatkan performance di hardware konsumen.
OpenGL: lintas platform dan workstation
OpenGL (1992) jadi pilihan di systems profesional, terutama di aplikasi CAD dan workstation. Keunggulannya adalah support multi-OS dan stabilitas pada pipeline rendering untuk industri kreatif.
Vulkan: kontrol low-level untuk performa
Vulkan menawarkan akses low-overhead yang lebih dekat ke arsitektur GPU. Ini memberi developer kontrol granular atas throughput dan fitur sehingga cards dapat diperas kemampuannya.
- Standarisasi API mempercepat adopsi fitur di banyak vendor.
- Kompatibilitas version API memengaruhi stability dan optimasi driver.
- Dukungan API penting agar kartu grafis dan game/video engine dapat memaksimalkan hardware.
2000-2010-an: Multi-GPU, GDDR, dan Lompatan Performa
Dekade ini menandai percepatan teknis yang jelas: memory lebih cepat, bandwidth melonjak, dan desain shader modern mengubah cara cards bekerja.
SLI/CrossFire dan tantangan driver
SLI dan CrossFire menawarkan peluang scaling lewat multi-GPU. Secara teori, dua cards bisa memberi peningkatan besar pada performance.
Namun realita sering berbeda. Banyak game dan aplikasi tidak mengoptimalkan multi-GPU, sehingga overhead dan masalah profil driver mengurangi keuntungan.
Generasi penting: GeForce 8800, GTX 200/295, Radeon HD 4000/5000
GeForce 8800 (2006) memulai era unified shaders dan memberi lonjakan performa yang terlihat di banyak game dan video. GDDR yang lebih cepat dan memory controller yang diperbaiki menaikkan bandwidth, sehingga throughput shader meningkat.
Model seperti GTX 200/295 (2008–2009) dan Radeon HD 4000/5000 memperluas pilihan series untuk enthusiast dan pasar mainstream. Mereka menegaskan bahwa kombinasi clock, jumlah shader, dan kapasitas memory menentukan posisi di market.
VR comeback dan kebutuhan frame tinggi
Kembalinya VR menuntut frame rate stabil dan latensi rendah. Ini menyoroti pentingnya pipeline efisien dan optimasi driver agar experience tetap mulus pada resolusi tinggi.
- GDDR & memory controller: mendorong bandwidth sehingga cards bisa menangani tekstur besar dan efek kompleks.
- Multi-GPU: memberi acceleration, tapi sering terganjal oleh dukungan software.
- Dinamika market: siklus upgrade semakin cepat karena inovasi performa tiap time.
Untuk referensi teknis lebih luas tentang fungsi kartu grafis, lihat penjelasan fungsi VGA dan kartu grafis.
GPU Menjadi General Purpose: CUDA, Stream, dan Akselerasi Aplikasi

Transformasi kartu grafis membawa perubahan fungsi. Sejak CUDA hadir pada 2007, banyak developer mulai use chip ini untuk lebih dari sekadar rendering. Arsitektur berbasis stream dan ratusan processors kecil memungkinkan throughput besar untuk tugas paralel.
Machine learning, sains komputasi, hingga video processing
Kini GPU dipakai dalam machine learning, simulasi sains, analitik, dan video processing. Model paralel memproses large data cepat. Hasilnya, workflow riset dan engineering mempercepat time-to-insight.
Dari workstation Quadro/Radeon Pro ke GPU data center
Produsen merilis lini profesional seperti Quadro dan Radeon Pro. Untuk HPC dan AI ada Tesla dan Instinct sebagai cards server. Produk ini menonjolkan reliabilitas, memori ECC, dan dukungan toolchain seperti CUDA dan ROCm.
- Keunggulan: model stream + banyak processors memberi performa tinggi pada data besar.
- Adopsi: use meluas di perusahaan, kampus, dan startup.
- Gabungan hardware + software: mempercepat proyek AI dan sains di berbagai systems.
Data Center dan AI: Dari Tesla V100 ke A100, Lahirnya Inferencing Engine
Perkembangan dari kartu game ke accelerator server mengubah cara data dan model AI dijalankan. Generasi Tesla V100 (2017) membuka era tensor cores untuk mempercepat training dan inferensi.
Perbandingan arsitektur: V100 memperkenalkan tensor cores, sedangkan A100 (2020) membawa 54 miliar transistor, sparsity hardware, dan MIG—fitur yang memungkinkan satu fisik accelerator melayani beberapa instance.
- NVLink gen-3 menggandakan throughput antar processors, mengurangi bottleneck I/O di systems skala besar.
- MIG memungkinkan multi-tenancy; satu card dibagi jadi beberapa accelerator terisolasi.
- A100 memberikan lompatan performa hingga ~7× untuk inferensi dan ~6× untuk training dibanding generasi sebelumnya.
Hasilnya, satu server A100 dapat menyentuh ~5 petaFLOPS, dan konfigurasi DGX SuperPOD menandingi superkomputer kelas atas. Company besar memanfaatkan stack software modern untuk mengoptimalkan version model AI terbaru.
Dampak praktis: biaya total kepemilikan turun karena throughput meningkat. Generasi ini juga mengubah desain cluster, scheduling, dan pemanfaatan cards sehingga industri dapat menjalankan beban kerja AI lebih efisien.
Dari RTX 20/30/40 ke “5090”: Evolusi Fitur, Memori, dan Bandwidth
Sejak 2018, arsitektur graphics cards berubah cepat, mendorong fitur AI dan ray tracing ke ranah mainstream. Perubahan itu memengaruhi bagaimana game dan video diproses, serta ekspektasi para creator dan gamer.
Ray tracing real-time, DLSS, dan peningkatan frame/resolusi
Pada series 20, ray tracing real-time dan upscaling AI memperkenalkan standar visual baru. DLSS mengurangi beban native rendering sehingga frame rate naik tanpa mengorbankan resolution.
Generasi 30 dan 40 meningkatkan jumlah RT core dan tensor, serta efisiensi power. Peningkatan memory dan bus mendukung bandwidth lebih besar sehingga cards bisa menangani tekstur 4K dan bahkan 8K lebih baik.
- Performa: balancing compute shader, RT, dan Tensor membuat modern gpu lebih serbaguna.
- Memory & bandwidth: kapasitas besar dan bus lebar memperbaiki frame stability di resolusi tinggi.
- Pasar high-end: ekspektasi release “5090” menekankan throughput ray tracing, subsistem daya, dan pendinginan yang lebih agresif.
Jalur inovasi ini mengingatkan kita pada momen penting seperti geforce 256, saat fungsi grafis dipindah ke chip terprogram. Kini, kombinasi processors paralel dan AI mempercepat render video dan produksi konten.
Untuk pembaca yang ingin tahu komponen dan fungsi lebih lanjut tentang kartu grafis, referensi tersebut menjelaskan istilah teknis dan peran tiap subsistem.
Kesimpulan
Kesimpulan
Perjalanan ini menunjukkan era di mana fungsi sederhana berubah jadi pusat komputasi. Dari fondasi 2D hingga transformasi ke unified shaders, CUDA, dan akselerator data center, garis besar history menempatkan inovasi dan timing sebagai faktor penentu.
Pasar world graphics terus berubah. Beberapa brand tumbang karena strategi, bukan kurangnya ide. Harga (price) dan nilai kini diukur lebih dari sekadar fps; efisiensi, TCO, dan kapabilitas video serta data ikut menghitung.
Generasi baru memadukan raster, ray tracing, dan AI. Penggunaan kartu (cards) meluas ke sains dan konten. Pelajaran praktis: pahami siklus market, bandingkan price versus manfaat, dan ikuti stream inovasi saat memilih graphics card atau cards untuk kebutuhan Anda.



